Cerita Sex Ngentottin Diah Yang Masih Polos
- Home
- Cerita bokep
- Cerita Sex Ngentottin Diah Yang Masih Polos
Sangat beruntung bagi Nanang bisa sampai menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Tapi lepas dari SMA kebingungan menyertainya, karena tidak tahu harus bagaimana lagi setelah menyelesaikan pendidikan SMA. Keinginan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi tetap besar.
Namun semua itu tentunya sangat berhubungan dengan biaya. Apalagi kalau kuliahnya harus pulang pergi, tentunya biaya akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya kuliahnya. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya semuanya diceritakan di hadapan kedua orang tuanya.
Mereka dengan penuh bijaksana menerangkan semua kemungkinan yang akan terjadi dari kemungkinan kekurangan uang dengan akan menjual sepetak sawah. Sampai dengan alternatif untuk tinggal di rumah kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua orang tuanya, membuat semangat Nanang bertambah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang keluarganya bisa dikatakan mapan untuk ukuran orang-orang yang ada di kampung itu. Kedua orang tuanya memiliki beberapa petak sawah dan menjadi salah satu tokoh di kampung itu.
“Nanang..” sapa ibunya ketika Nanang sedang merapikan beberapa pakaian untuk dibawa ke kota. Ini adasurat dari ayahmu untuk Oom di kotananti. Sebuah suratyang mungkin penegasan dari ayah Nanang untuk menyakinkan bahwa anaknya akan tinggal untuk sementara waktu di rumah Oomnya.
Sebetulnya orang tua Nanang sudah menelepon Tuan Budiman tetapi karena Tuan Budiman dan Nanang sangat jarang sekali bertemu maka orang tua Nanang memberikan surat penegasan bahwa anaknya akan tinggal di Bandung, di rumah Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman memang paling kaya dari keluarga ibunya yang terdiri dari empat keluarga. Oomnya yang tinggal di Bandung dan mempunyai beberapa usaha dibidang jasa, percetakan sampai dengan sebuah suratkabar mingguan dan juga bisnis lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang bernama Budiman dan kedua orang tua Nanang sebetulnya tidak ada masalah, hanya karena kedua orang tua Nanang yang sering memberikan nasehat karena kelakuan Oomnya yang sering berganti-ganti istri dan akibat dari berganti-ganti istri itu sehingga anak-anaknya tercecer di mana-mana.
Menurut ibu Nanang, Oomnya telah berganti istri sampai dengan empat kali dan sekarang ia sedang menduda. Dari keempat istri tersebut Budiman dianugerahi empat anak, dua dari istri yang pertama dan duanya lagi dari istri-istri yang kedua dan ketiga sedang dari istri yang keempat Om Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling bungsu di bawah Nanang dua tahun dan ia masih SMA di Bandung. Jadi usia Om Budiman kira-kira sekarang berada diatas limapuluh tahun.
Sesampainya di kotaBandung yang begitu banyak aktivitas manusia, Nanang langsung masuk ke sebuah kantor yang bertingkat tiga. Kedatangannya ke kantor itu disambut oleh kedua satpam yang menyambutnya dengan ramah. Belakangan diketahui namannya Asep dari papan nama yang dikenakan di bajunya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Nanang kepada salah satu satpam yang ada dua orang.
“Selamat siang Dik, ada yang bisa dibantu,” jawab satpam yang bernama Asep.
“Anu Pak, apa Bapak Budiman ada?”
“Bapak Budiman yang mana Dik,” tegas satpam Asep, karena melihat suatu keraguan bahwa tidak mungkin bosnya ada bisnis dengan anak kecil yang baru berumur dua puluh tahunan.
“Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya Nanang menyusul keraguan satpam. Karena sebetulnya Nanang juga belum pernah tahu di mana kantor-kantor Oomnya itu, apalagi bisnis yang digelutinya.
“Iya.. Benar Dik, dan Bapak Budiman itu adalah pemilik perusahaan ini,” tegas satpam Asep menjelaskan tentang keberadaan PT.Rido dan siapa pemiliknya.
“Adik ini siapa,” tanya satpam kepada Nanang, sambil mempersilakan duduk di meja lobby bawah.
“Saya Nanang Pak, keponakan dari Bapak Budiman dari desa Gunung Heulang.”
“Keponakan,” tegas satpam, sambil terus mengangkat telepon menghubungi Pak Dadi kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian Pak Dadi datang menghampiri Nanang sambil memberikan selamat datang di kotaBandung. “Nanang.. Apa masih ingat sama Bapak,” kata Pak Dadi sambil duduk seperti teman lama yang baru ketemu.
Mimik Nanang jadi bingung karena orang yang datang ini ternyata sudah mengenalnya.
“Maaf Pak, Nanang Sudah lupa dengan Bapak,” kata Nanang sambil terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan dirinya, “Saya yang dulu sering mancing bersama Tuan Budiman ketika Nanang berumur kurang lebih lima tahun.”
Nanang jadi bingung, “Wah, Bapak bisa saja.. mana saya ingat Pak, itu kan sudah bertahun-tahun.”
Selanjutnya obrolan dengan Pak Dadi yang belakangan ini diketahui selain kepercayaan di kantor, ia juga sebagai tangan kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi mengetahui apa pun tentang Tuan Budiman. Kadangkala anak Om Budiman sering minta uang pada Pak Dadi bila ternyata Om Budiman sedang keluar kota.
Malah belakangan ini Om Budiman membeli sebuah rumah dan di belakangnya dibuat lagi rumah yang tidak kalah besarnya untuk Pak Dadi dan istrinya sedangkan yang depan dipakai oleh istri mudanya yang kurang lebih baru berumur 35 tahun.
“Aduh Dik Nanang, Bapak tadi dapat perintah dari Tuan Budiman bahwa ia tidak dapat menemani Dik Nanang karena harus pergi ke Semarang untuk urusan bisnis. Dan saya diperintahkan untuk mencukupi keperluan Dik Nanang.
Nah, sekarang kamu mau langsung pulang atau kita jalan-jalan dulu,” sambung Pak Dadi melihat ekpresi Nanang yang sedikit kecewa karena ketakutan akan tempat tinggal.
Melihat gelagat itu Pak Dadi langsung berkomentar, “Jangan takut Dik Nanang pokoknya kamu tidak akan ada masalah,” tegur Pak Dadi sambil menegaskan akan tidur dimana dan akan kuliah dimana, itu semunya telah diaturnya karena mempunyai uang dan uang sangat berkuasa dibidang apapun.
Mendengar itu Nanang menjadi tersenyum, sambil melihat-lihat orang yang berlalu lalang di depanya. Kebetulan pada saat itu jam masuk karyawan sudah dimulai. Begitu banyak karyawati yang cantik-cantik ditambah lagi dengan penampilannya yang mengunakan rok mini.
Keberadaan Nanang sebagai keponakan dari pemilik perusahan itu sudah tersebar dengan cepatnya. Ditambah lagi dengan postur badan Nanang yang atletis dan wajah yang gagah membuat para karyawati semakin banyak yang tersenyum bila melewati Nanang dan Pak Dadi yang sedang asyik ngobrol.
Mereka tersenyum ketika bertatap wajah dengan Nanang dan ia segaja duduk di lobby depan, meskipun tawaran untuk pindah ke lobby tengah terus dilontarkan oleh Pak Dadi karena takut dimarahi oleh Tuan Budiman. Memang tempat lobby itu banyak orang lalu lalang keluar masuk perusahaan, dan semua itu membuat Nanang menjadi betah sampai-sampai lupa waktu karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti ketika Pak Dadi mengajaknya pulang dengan mengendarai sebuah mobil sedan dengan merek Mesri terbaru, melaju ke sebuah kawasan villa yang terletak di pinggirankotaBandung. Sebuah pemukiman elit yang terletak di pinggiran Kota Bandung yang berjarak kurang lebih 17 Km dari pusat kota. Sebuah kompleks yang sangat mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan rumah biru yang berlantai dua dengan halaman yang luas dan di belakangnya terdapat satu rumah yang sama megahnya, kolam renang yang cantik menghiasi rumah itu dan sebagai pembatas antara rumah yang sering didiami Om Budiman dan rumah yang didiami Pak Dadi dan Istrinya.
Sedangkan pos satpam dan rumah kecil ada di samping pintu masuk yang diisi oleh Mang Ade penjaga rumah dan istrinya Bi Enung yang selalu menyiapkan makanan untuk Nyonya Budiman. www.filmbokepjepang.net Ketika mobil telah berhenti, dengan sigap Mang Ade membawa semua barang-barang yang ada di bagasi mobil. Satu tas penuh dibawa oleh Mang Ade dan itulah barang-barang yang dibawa Nanang. Bi Enung membawa ke ruang tamu sambil menyuruhnya duduk untuk bertemu dengan majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi menemaninya, langsung pergi ke rumahnya yang ada di belakang rumah Om Budiman tetapi masih satu pagar dengan rumah Om Budiman. Pak Dadi meninggalkan Nanang, sedangkan Nanang ditemani oleh Bi Enung menuju ruang tengah. Setelah Tante Rani datang sambil tersenyum menyapa Nanang, Bi Enung pun meninggalkan Nanang sambil terlebih dahulu menyuruh menyiapkan air minum untuk Nanang.
“Tante sudah menunggu dari tadi Nanang,” bisiknya sambil menggenggam tangan Nanang tanda mengucapkan selamat datang.
“Sampai-sampai Tante ketiduran di sofa”, lanjut Tante Rani yang pada waktu itu menggunakan rok mini warna Merah. Wajah Tante Rani yang cantik dengan uraian rambut sebahu menampakkan sifatnya yang ramah dan penuh perhatian.
“Tante sudah tahu bahwa Nanang akan datang sekarang dan Tante juga tahu bahwa Om Budiman tidak dapat menemanimu karena dia sedang sibuk.”
Obrolan pun mengalir dengan punuh kekeluargaan, seolah-olah mereka telah lama saling mengenal. Tante Rani dengan penuh antusias menjawab segala pertanyaan Nanang. Gerakan-gerakan tubuh Tante Rani yang pada saat itu memakai rok mini dan duduk berhadapan dengan Nanang membuat Nanang salah tingkah karena celana dalam yang berwarna biru terlihat dengan jelas dan gumpalan-gumpalan bulu hitam terlihat indah dan menantang dari balik CD-nya. Paha yang putih dan pinggulnya yang besar membuat kepala Nanang pusing tujuh keliling. Meskipun Tante Rani telah yang berumur Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Diah,” kata Tante Rani sambil membawa Nanang ke ruang tengah. Terlihat gadis dengan seragam sekolah SMP. Memang ruangan tengah rumah itu dekat dengan garasi mobil yang jumlah mobilnya ada empat buah.
Sambil tersenyum, Tante Rani memperkenalkan Nanang kepada Diah. Mendapat teman baru dalam rumah itu Diah langsung bergembira karena nantinya ada teman untuk ngobrol atau untuk mengerjakan PR-nya bila tidak dapat dikerjakan sendiri.
“Nanti Kak Nanang tidurnya sama Diah ya Kak.” Mendapat pertanyaan itu Nanang dibuatnya kaget juga karena yang memberikan penawaran tidur itu gadis yang tingginya hampir sama dengan Nanang. Adik kakak yang sama-sama mempunyai badan sangat bangus dan paras yang sangat cantik.
Lalu Tante Rani menerangkan kelakuan Diah yang meskipun sudah besar karena badannya yang bongsor padahal baru kelas dua SMP. Mendengar keterangan itu, Nanang hanya tersenyum dan sedikit heran dengan postur badannya padahal dalam pikiran Nanang, ia sudah menaruh hati pada Diah yang mempunyai wajah yang cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di rumah Om Budiman dengan ditemani oleh Tante Rani, Nanang masuk ke kamarnya yang berdekatan dengan kamar Diah. Memang di lantai dua itu ada empat kamar dan tiap kamar terdapat kamar mandi. Tante Rani menempati kamar yang paling depan sedangkan Nanang memilih kamar yang paling belakang, sedangkan kamar Diah berhadapan dengan kamar Nanang.
Setelah membuka baju yang penuh keringat, Nanang melihat-lihat pemandangan belakang rumah. Tanpa sengaja terlihat dengan jelas Pak Dadi sedang memeluk istrinya sambil nonton TV. Tangan kanannya memeluk istrinya yang bermana Astri.
Sedangkan tangan kirinya menempel sebatang rokok. Keluarga Pak Dadi dari dulu memang sangat rukun tetapi sampai sekarang belum dikeruniai anak dan menurut salah satu dokter pribadi Om Budiman, Pak Dadi divonis tidak akan mempunyai anak karena di dalam spermanya tidak terdapat bibit yang mampu membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Nanang semakin kerasan tinggal di rumah Om Budiman karena selain Tante Rani Yang ramah dan seksi, juga kelakuaan Diah yang menggemaskan dan kadang-kadang membuat batang kemaluan Nanang berdiri.
Nanang semakin tahu tentang keadaan Tante Rani yang sebetulnya sangat kesepian. Kenyataan itu ia ketahui ketika ia dan tantenya berbelanja di suatu toko di pusat kotaBandung yang bernama BIP. Tante Rani dengan mesranya menggandeng Nanang, tapi Nanang tidak risih karena kebiasaan itu sudah dianggap hal wajar apalagi di depan banyak orang.
Tapi yang membuat kaget Nanang ketika di dalam mobil, Tante Rani mengatakan bahwa ia sebetulnya tidak bahagia secara batin. Mendengar itu Nanang kaget setengah mati karena tidak tahu apa yang harus ia katakan. Tante Rani menceritakan bahwa Om Budiman sekarang itu sudah loyo saat bercinta dengannya.
Nanang tambah bingung dengan apa yang harus ia lontarkan karena ia tidak mungkin memberikan kebutuhan itu meskipun selama ini ia sering menghanyalkan bila ia mampu memasukkan burungnya yang besar ke dalam kemaluan Tante Rani.
Ketika mobil berhenti di lampu merah, Tante Rani dengan berani tiduran di atas paha Nanang sambil terus bercerita tentang kegundahan hatinya selama ini dan dia pun bercerita bahwa cerita ini baru Nanang yang mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha Tante Rani yang telentang di atas jok mobil agak terbuka sehingga rok mininya melorot ke bawah. Nanang dengan jelas dapat melihat gundukan hitam yang tumbuh di sekitar kemaluan Tante Rani yang terbungkus CD nilon yang sangat transparan itu.
Nanang menelah ludah sambil terus berusaha menenangkan tantenya yang birahinya mulai tinggi. Ketika Nanang akan memindahkan gigi perseneling, secara tidak segaja dia memegang buah dada tantenya yang telah mengeras dan saat itu pula bibir tantenya yang merekah meminta Nanang untuk terus merabanya.
Nanang menghentikan mobilnya di pinggir jalan menuju rumahnya sambil berkata, “Aku tidak mungkin bisa melakukan itu Tante,” Tante Rani hanya berkata, “Nanang, Tolong dong.. Tante sudah tidak kuat lagi ingin gituan, masa Nanang tidak kasihan sama Tante.”
Tangan Tante Rani dengan berani membuka baju bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya yang besar. Terlihat buah dada yang besar yang masih ditutupi oleh BH warna ungu menantang untuk disantap.
Melihat Nanang yang tidak ada perlawanan, akhirnya Tante Rani memakai kembali bajunya dan duduk seperti semula sambil diam seperti patung sampai tiba di rumah. Perjalanan itu membuat Nanang jadi salah tingkah dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Nanang dengan Diah semakin menjadi karena bila ada PR yang sulit Diah selalu meminta bantuan Nanang. Pada saat itu Diah mendapatkan kesulitan PR matematika. Dengan sekonyong-konyong masuk ke kamar Nanang.
Pada saat itu Ari baru keluar dari kamar mandi sambil merenungkan tentang kelakuannya tadi siang dengan Tante Rani yang menolak melakukan itu. Nanang keluar dari kamar mandi tanpa sehelai benang pun yang menutupinya.
Dengan jelas Diah melihat batang kemaluan Nanang yang mengerut kedinginan. Sambil menutup wajah dengan kedua tangannya, Diah membalikkan badannya. Nanang hanya tersenyum sambil berkata,
“Mangkanya, kalau masuk kamar ketok pintu dulu,” goda Nanang sambil menggunakan celana pendek tanpa celana dalam. Kebiasaan itu dilakukan agar batang kemaluannya dapat bergerak dengan nyaman dan bebas.
Nanang bergerak mendekati Diah dan mencium pundaknya yang sangat putih dan berbulu-bulu kecil. “Ahh, geli Kak Nanang.. Kak Nanang sudah pake celana yah,” tanya Diah.
“Belum,” jawab Nanang menggoda Diah.
“Ahh, cepet dong pake celananya. Diah mau minta tolong Kak Nanang mengerjakan PR,” rengek Diah sambil tangan kirinya meraba belakang Nanang.
Melihat rabaan itu, Nanang segaja memberikan batang kemaluannya untuk diraba. Diah hanya meraba-raba sambil berkata, “Ini apa Kak, kok kenyal.”
Mendapat rabaan itu batang kemaluan Nanang semakin menengang dan dalam pikirannya kalau dengan Diah aku mau tapi kalau dengan kakakmu meskipun sama-sama cantiknya tapi aku juga masih punya pikiran yang betul, masa tenteku digarap olehku.
Rabaan Diah berhenti ketika batang kemaluan Nanang sudah menegang setengahnya dan ia melepaskan rabaannya dan langsung membalikkan badannya. Nanang kaget dan hampir saja tali kolornya yang terbuat dari karet, menjepit batang kemaluannya yang sudah menegang.
Tangan yang tadi digunakan meraba batang kemaluan Nanang kembali digunakan menutup wajahnya dan perlahan Diah membuka tangannya yang menutupi wajahnya dan terlihat Nanang sudah memakai celana pendek.
“Nah, gitu dong pake celana,” kata Diah sambil mencubit dada Nanang yang menempel di susu kecil Diah. “Udah dong meluknya,” rintih Diah sambil memberikan buku Matematikanya.
Saling memeluk antara Nanang dan Diah sudah merupakan hal yang biasa tetapi ketika Nanang merasakan kenikmatan dalam memeluk Diah, Diah tidak merasakan apa-apa mungkin karena Diah masih anak ingusan yang badannya saja yang bongsor.
Nanang langsung naik ke atas ranjang besarnya dan bersandar di bantal pojok ruangan kamar itu. Meskipun ada meja belajar tapi Nanang segaja memilih itu karena Diah sering menindihnya dengan pantatnya sehingga batang kemaluan Nanang terasa hangat dibuatnya.
Dan memang seperti dugaan Nanang, Diah tiduran di dada Nanang. Pada saat itu Diah menggunakan daster yang sangat tipis dan di atas paha sehingga celana dalam berwarna putih dan BH juga yang warna putih terlihat dengan jelas. Diah tidak merasa risih dengan kedaan itu karena memang sudah seperti itu hari-hari yang dilakukan bersama Nanang.
Sambil mengerjakan PR, pikiran Nanang melayang-layang bagaimana caranya agar ia dapat mengatakan kepada Diah bahwa dirinya sekarang berubah hati menjadi cinta pada Diah. www.filmbokepjepang.net Tapi apakah dia sudah mengenal cinta soalnya bila orang sudah mengenal cinta biasanya syahwatnya juga pasti bergejolak bila diperlakukan seperti yang sering dilakukan oleh Nanang dan Diah.
PR pertama telah diselesaikan dengan cepat, Diah terseyum gembira. Terlihat dengan jelas payudara Diah yang kecil. Pikiran Nanang meliuk-liuk membayangkan seandainya ia mampu meraba susu itu tentunya sangat nikmat dan sangat hangat.
Ketegangan Nanang semakin menjadi ketika batang kemaluannya yang tanpa celana dalam itu tersentuh oleh pinggul Diah yang berteriak karena masih ada PR-nya yang belum terisi. Memang posisi Nanang menerangkan tersebut ada di bawah Diah dan pinggul Diah sering bergerak-gerak karena sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Diah yang agresif itu membuat paha putihnya terlihat dengan jelas dan kadangkala gumpalan kemaluannya terlihat dengan jelas hanya terhalang oleh CD yang berwarna putih. Hal itu membuat nafas Nanang naik turun.
Diah tidak peduli dengan apa yang terjadi pada batang kemaluan Nanang, malah Diah semakin terus bermanja-manja dengan Nanang yang terlihat bermalas-malasan dalam mengerjakan PR-nya itu. Pikiran Nanang semakin kalang kabut ketika Diah mengerak-gerakkan badan ke belakang yang membuat batang kemaluannya semakin berdiri menegang.
Dengan pura-pura tidak sadar Nanang meraba gundukan kemaluan Diah yang terbungkus oleh CD putih. Bukit kemaluan Diah yang hangat membuat Nanang semakin bernafsu dan membuat nafasnya semakin terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR yang satunya lagi. Yang ini, yang nomor sepuluh susah.”
Nanang membalikkan badannya sehingga bukit kemaluan Diah tepat menempel di batang kemaluan Nanang. Dalam keadaan itu Diah hanya mendekap Nanang sambil terus berkata, “Tolong ya Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata Nanang sambil terus merapatkan batang kemaluannya ke bukit kemaluan Diah yang masih terbungkus CD warna Putih. Pantat Diah terlihat dengan jelas dan mulai merekah membentuk sebuah badan seorang gadis yang sempurna, pinggul yang putih membuat Nanang semakin panas dingin dibuatnya.
Diah hanya bertanya apa syaratnya kata Diah sambil mengangkat wajahnya ke hadapanya Nanang. Dalam posisi seperti itu batang kemaluan Nanang yang sudah menegang seakan digencet oleh bukit kemaluan Diah yang terasa hangat.
Nanang tidak kuat lagi dengan semua itu, ia langsung mencium mulut Diah. Diah hanya diam dan terus menghidar ciuman itu. “Kaak… apa dong syaratnya”, kata Diah manja agresif menggerak-gerakkan badannya sehingga bukit kemaluannya terus menyentuh-nyentuh batang kemaluan Nanang.
Gila anak ini belum tahu apa- apa tentang masalah seks. Memang Diah tidak merasakan apa-apa dan ia seakan-akan bermain dengan teman wanitanya tidak ada rasa apa pun. “Syaratnya kamu nanti akan kakak peluk sepuasnya.”
Mendengar itu Diah hanya tertawa, suatu syarat yang mudah, dikirain harus pus-up 1000 kali. Konsenterasi Nanang dibagi dua yang satu terus mendekatkan batang kemaluannya agar tetap berada di bawah bukit kemaluan Diah yang sering terlepas karena Diah yang banyak bergerak dan satunya lagi berusaha menyelesaikan PR-matematikanya.
Diah terus mendekap badan Nanang sambil kadang-kadang menggerakkan lipatan pahanya yang menyetuh paha Nanang.
Setelah selesai mengerjakan PR-nya, Nanang menggerak-gerakkan pantatnya sehingga berada tepat di atas bukit kemaluan Diah. Nanang semakin tidak tahan dengan kedaaan itu dan langsung meraba-raba pantat Diah. Ketika Nanang akan meraba payudara Diah. Diah bangkit dan terus melihat ke wajah Nanang, sambil berkata, “PR-nya sudah Kaak.. Nanang,” sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah dikerjakan Nanang, Diah langsung memeluk Nanang erat-erat seperti memeluk bantal guling karena syaratnya itu. Kesempatan itu tidak dilewatkan oleh Nanang begitu saja, Nanang langsung memeluk Diah berguling-guling sehingga Diah sekarang berada di bawah Nanang.
Mendapat perlakuan yang kasar dalam memeluk itu Diah berkata, “Masa Kakak meluk Diah nggak bosan-bosan.” Berbagai alasan Nanang lontarkan agar Diah tetap mau di peluk dan akhirnya akibat gesekan-gesekan batang kemaluan Nanang bergerak-gerak seperti akan ada yang keluar
Dan pada saat itu Diah berhasil lepas dari pelukan Nanang sambil pergi dan tidak lupa melenggokkan pantatnnya yang besar sambil mencibirkan mulutnya.
“Aduh, Gila si Diah masih tidak merasakan apa-apa dengan apa yang barusan saya lakukan,” guman Nanang dalam hati sambil terus memengang batang kemaluannya. Nanang berusaha menetralisir batang kemaluannya agar tidak terlalu tegang.
“Tenang ya jago, nanti kamu juga akan menikmati kepunyaan Diah cuma tinggal waktu saja. Nanti saya akan pura-pura memberikan pelajaran Biologi tentang anatomi badan dan di sanalah akan saya suruh buka baju. Masa kalau sudah dibuka baju masih belum terangsang.”
Nanang memang punya prinsip kalau dalam berhubungan badan ia tidak mau enak sediri tapi harus enak kedua-duanya. Itulah pola pikir Nanang yang terus ia pertahankan. Seandainya ia mau tentunya dengan gampang ia memperkosa Diah.
Ketegangan batang kemaluan Nanang terus bertambah besar tidak mau mengecil meskipun sudah diguyur oleh air. Untuk menghilangkan kepenatan Nanang keluar kamar sambil membakar sebatang rokok.
Ternyata Tante Rani masih ada di ruang tengah sambil melihat TV dan meminum susu yang dibuatnya sendiri. Tante Rani yang menggunakan daster warna biru dengan rambut yang dibiarkan terurai tampak sangat cantik malam itu.
Lekukan tubuhnya terlihat dengan jelas dan kedua payuadaranya pun terlihat dengan jelas tanpa BH, juga pahanya yang putih dan mulus terpampang indah di hadapannya. Keadaan itu terlihat karena Tante Rani duduk di sofa yang panjang dengan kaki yang putih menjulur ke depan.
Ketenganan Nanang semakin memuncak melihat keidahan tubuh Tante Rani yang sangat seksi dan mulus itu.
“Kamu kenapa belum tidur Ari,” kata Tante Rani sambil menuangkan segelas air susu untuk Nanang.
“Anu Tante, tidak bisa tidur,” balas Nanang dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik itu tidak merasa canggung dengan keberadaan Nanang, ia tidak peduli dengan keberaan Ari malah ia segaja memperlihatkan keindahan tubuhnya di hadapan Nanang yang sudah sangat terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah berlaku kurang sopan terhadap Nanang.”
“Tidak apa-apa Tante, Nanang mengerti tentang hal itu,” jawab Nanang sambil terus menahan gejolak nafsunya yang sudah diluar batas normal ditambah lagi dengan perlakuan Diah yang membuat batang kemaluannya semakin menegang tidak tentu arah.
“Oom ke mana Tante, kok tidak kelihatan,” tanya Nanang mengisi perbincangan.
“Kamu tidak tahu, Oom kan sedang ke Bali mengurus proyek yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat jarang sekali ada di rumah dan itu membuat Ari semakin tahu akan kebutuhan batin Tante Rani, tapi itu tidak mungkin dilakukannya dengan tantenya.
Nanang dan Tante Rani duduk di sofa yang besar sambil sesekali tubuhnya digerak-gerakkan seperti cacing kepanasan. Tak diduga sebelumnya oleh Nanang, Tante Rani membuka dasternya yang menutupi paha putihnya yang putih bersih sambil menggaruk-garukkan tangannya di seputar gundukan kemaluannya.
Mata Nanang melongo tidak percaya. Dua kali dalam satu hari ia melihat paha Tante Rani, tapi yang ini lebih parah dari yang tadi siang di dalam mobil, sekarang Tante Rani tidak menggunakan celana dalam. Kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang hitam tersingkap dengan jelas dan tangan Tante Rani terus menggaruk-garuk di seputar kemaluannya itu karena merasa ada yang gatal.
Melihat itu Nanang semakin gelisah dan tidak enak badan ditambah lagi dengan ketegangan di batang kemaluannya yang semakin menegang.
“Kamu kenapa Nanang,” tanya Tante Rani yang melihat wajah Nanang keluar keringat dingin.
“Nggak Tante, Nanang cuma mungkin capek,” balas Nanang sambil terus sekali-kali melihat ke pangkal paha putih milik Tante Rani.
Setelah merasa agak baikan di sekitar kemaluannya, Tante Rani segaja tidak menutup pahanya, malah ia duduk bersilang sehingga terlihat dengan jelas pangkal pahanya dan kemaluannya yang merekah. Melihat Nanang semakin menegang, Tante Rani tersenyum dan mempersilakan Nanang untuk meminum susu yang dituangkan di dalam gelas itu.
Ketegangan Nanang semakin memuncak dan Nanang tidak berani kurang ajar pada tantenya meskipun tahu bahwa tantenya segaja memperlihatkan kemulusan pahanya itu. “Tante, saya mau ke paviliun belakang untuk mencari udara segar.
” Melihat Nanang yang sangat tegang itu Tante Rani hanya tersenyum, dalam pikirannya sebentar lagi kamu akan tunduk padaku dan akan meminta untuk tidur denganku.
Sebelum sampai ke paviliun belakang Nanang jalan-jalan dulu di pinggiran kolam lalu ia duduk sambil melihat kolam di depannya. Sambil terus berusaha menahan gejolaknya antara menyetubuhi tantenya atau tidak. Sambil terus berpikir tentang kejadian itu.
Tidak segaja ia mendegar rintihan dari belakang yang kebetulan kamar Pak Dadi. Nanang terus mendekati kamar Pak Dadi yang kebetulan dekat dengan Paviliun. Nanang mengendus-endus mendekati jendela dan ternyata jendelanya tidak dikunci dan dengan mudah Nanang dapat melihat adegan suami istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran cukup besar itu, Nanang melihatnya leluasa karena hanya terhalang oleh tumpukan pakaian yang digantung dekat jendela itu. Di dalamnya ternyata Pak Dadi dengan istrinya sedang bermesraan.
Istri Pak Dadi yang bernama Astri sedang asyik mengulum batang kejantanan Pak Dadi dengan lahapnya. Dengan penuh birahi Astri terus melahap dan mengulum batang kemaluan Pak Dadi yang ukurannya lebih kecil dari ukuran yang dimiliki Nanang.
Astri terus mengulum batang kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak Dadi yang masih menggunakan pakaian dan celananya yang telah melorot ada di lantai dengan posisi duduk terus mengerang-erang kenikmatan yang tiada bandingnya sedangkan Astri jongkok di lantai.
Terlihat Astri menggunakan CD warna hitam dan BH warna hitam. Erangan-erangan Pak Dadi membuat batang kemaluan Pak Dadi semakin mesra di kulum oleh Astri.
Dengan satu gerakan Astri membuka daster yang dipakainya karena melihat suaminya sudah kewalahan dengan kulumannya. Terlihat dengan jelas buah dada yang besar masih ditutupi BH hitamnya. Pak Dadi membantu membuka BH-nya dan dilanjutkan dengan membuka CD hitam Astri. Astri yang masih melekat di bandan Pak Dadi meminta Pak Dadi supaya duduk di samping ranjang. www.filmbokepjepang.net